Thursday, October 22, 2009

audit kecurangan (fraud)

BAB I

PENDAHULUAN

 

            Internal auditing adalah suatu penilaian, yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi, dan kegunaan catatan-catatan (akutansi) perusahaan, serta pengendalian intern yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang di audit. Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor melakukan kegiatan–kegiatan berikut:

        Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian intern, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal,

        Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen

        Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan

        Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya

        Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen

        Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas

Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya tersebut dapat disimpulkan bahwa internal auditor antara lain memiliki peranan dalam :

a.       Pencegahan Kecurangan (Fraud Prevention),

b.      Pendeteksian Kecurangan (Fraud Detection), dan

c.       Penginvestigasian Kecurangan (Fraud Investigation).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1       Definisi Audit Kecurangan

Kecurangan berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan (fraudulent). Yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) sangat luas dan ini dapat dilihat pada butir mengenai kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation) dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present) fakta bersifat material (material fact) dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly) dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi. Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation) yang merugikannya (detriment). Kecurangan dalam tulisan ini termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan.

Fraud Auditing hendaknya disebut dengan istilah Audit atas Kecurangan, yang dapat didefinisikan sebagai Audit Khusus yang dimaksudkan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan atau keurangan atas transaksi keuangan. Fraud auditing termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkap suatu kecurangan yang diduga terjadi dalam pengelolaan asset/aktiva. Audit Khusus (Special Audit) Audit khusus adalah audit yang dilakukan atas lingkup audit yang bersifat khusus. Dengan demikian audit khusus yang bertujuan menilai kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan dapat digunakan istilah Audit Khusus atas Ketidak Lancaran Pelaksanaan Pembangunan (KTLPP). Audit khusus yang bertujuan mengungkapkan kecurangan adalah Audit Khusus atas kecurangan.

 

2.2       Gejala Adanya Kecurangan

Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu: manajemen dan karyawan. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut.

a.      Gejala kecurangan manajemen

  • Ketidakcocokan diantara manajemen puncak
  • Moral dan motivasi karyawan rendah
  • Departemen akuntansi kekurangan staf
  • Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak
  • konsumen, pemasok, atau badan otoritas
  • Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi
  • Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat
  • Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama
  • Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan
  • Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku

b.      Gejala kecurangan karyawan

  • Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung
  • Pengeluaran tanpa dokumen pendukung
  • Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar
  • Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran
  • Kekurangan barang yang diterima
  • Kemahalan harga barang yang dibeli
  • Faktur ganda dan penggantian mutu barang

 

Faktor Pendorong Kecurangan dan Pencegahannya

Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:

a.       Greed (keserakahan): Merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual).

b.      Opportunity (kesempatan): Merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum). Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.

c.       Need (kebutuhan): Merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual).

d.      Exposure (pengungkapan): Merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum). Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

 

Faktor individu

Faktor ini melekat pada diri seseorang dan dibagi dalam dua kategori:

·         Moral: Faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed). Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko tersebut adalah:

  1. Misi/tujuan organisasi/perusahaan, ditetapkan dan dicapai dengan melibatkan seluruh pihak (manajemen dan karyawan)
  2. Aturan perilaku pegawai, dikaitkan dengan lingkungan dan budaya organisasi/perusahaan
  3. Gaya manajemen, memberikan contoh bekerja sesuai dengan misi dan aturan perilaku yang ditetapkan organisasi/perusahaan
  4. Praktik penerimaan pegawai, dicegah diterimanya karyawan yang bermoral tidak baik

·         Motivasi: Faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need). Beberapa cara mengurangi kemungkinan keterlibatan dalam kecurangan:

  1. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan, misalnya: memperlakukan pegawai secara wajar, berkomunikasi secara terbuka, dan adanya mekanisme agar setiap keluhan dapat didiskusikan dan diselesaikan
  2. Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan, yang wajar sehingga karyawan merasa diperlakukan secara adil
  3. Bantuan konsultasi pegawai, untuk mengetahui masalah secara dini
  4. Proses penerimaan karyawan, untuk mengidentifikasi calon karyawan yang berisiko tinggi dan sekaligus mendiskualifikasinya
  5. Kehati-hatian, mengingat motivasi seseorang tidak dapat diamati mata telanjang, sebaliknya produk motivasi tersebut tidak dapat disembunyikan

 

Kategori Kecurangan

Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi.

A.    Berdasarkan pencatatan

Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:

  1. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-the-books, lebih mudah untuk ditemukan).
  2. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books).
  3. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).

B.     Berdasarkan frekuensi

Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:

  1. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
  2. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya.

Bagi auditor, signifikansi dari berulang atau tidaknya suatu kecurangan tergantung kepada dimana ia akan mencari bukti. Misalnya, auditor harus mereview program aplikasi komputer untuk memperoleh bukti terjadinya tindakan kecurangan pembulatan ke bawah saldo tabungan nasabah dan pengalihan selisih pembulatan tersebut ke suatu rekening tertentu.

C.    Berdasarkan konspirasi

Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.

D.    Berdasarkan keunikan

Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a.       Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: (1) pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud) dan (2) klaim asuransi yang tidak benar.

b.      Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.

 

 

2.3       Tindakan/perilaku pelaku kecurangan

Berikut merupakan daftar perilaku seseorang yang harus menjadi perhatian auditor karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut, yaitu:

·         Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah.

·         Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja

·         Penjudi dan peminum berat

·         Sedang dililit utang

·         Temuan audit atas kekeliruan (error) atau ketidakberesan (irregularities) dianggap tidak material ketika ditemukan

·         Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja sendiri

 

2.4       Ada 6 bidang yang beresiko tinggi terkena fraud

1.    Purchasing and payroll

Fraud dalam purchasing biasanya dilakukan dengan cara:

-          “Kickback” atau suap diberikan kepada pihak yang mengurus pembelian sebagai imbalan atas diberikannya kontrak kepada supplier.

-          “Invoice palsu” yang dibuat sendiri oleh pihak yang mengurus pembelian, kemudian ditagihkan ke perusahaan dan dibayar.

-          “Manipulasi data supplier” misalnya nomor rekening pembayaran ke supplier diubah ke rekening orang lain. Sementara fraud dalam payroll misalnya jam overtime yang berlebih.

c.     Sales and inventory

Fraud dalam jenis ini misalnya:

§  Pencurian inventory baik yang sedang disimpan atau dalam pengiriman

§  Transaksi penjualan dengan sengaja tidak dicatat atau dikurangi pencatatannya dan uang yang diterima atas penjualan tersebut masuk ke kantong pribadi

§  Mengurangi atau menghapuskan jumlah utang konsumen atas barang yang sudah dijual secara kredit

§  Mencatat transaksi penjualan palsu untuk mendapatkan komisi atau bonus terkait dengan penjualan

§  Memberikan diskon berlebihan kepada konsumen (biasanya dengan imbalan ‘kickbacks’)

d.    Cash and check

Kas merupakan aset yang paling sensitif terhadap fraud karena ‘nature’ nya yang kelihatan secara fisik dan relatif lebih mudah dipindahtangankan dibandingkan aset perusahaan yang lain. Fraud atas cek biasanya terjadi ketika terdapat kelemahan dalam proses bank reconciliation dan tidak ada segregation of duties.

e.     Physical security

Kelemahan dalam physical security dapat menimbulkan asset misapropriation.

f.     Hak kekayaan intelektual (HAKI) dan kerahasiaan informasi

Ini terkait dengan fraud dalam pembajakan dan pencurian informasi penting milik perusahaan.

g.    Information Technology

IT fraud meliputi hacking, mail-bombing, spamming, domain name hijacking, server takeovers, denial of service, internet money laundering, electronic eavesdropping, electronic vandalism and terrorrism.

 

2.5       Karakteristik Pribadi

            kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi / keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang bersifat kondisi / situasi tertentu, perilaku / kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Red flag (Fraud indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap Red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.

 

2.6              Praktek Kecurangan Yang Umum

            Bagaimana Manipulasi Harga Saham Dilakukan? Di tahun 1929, ada ‘Wall Street Crash’ yang merupakan salah satu kehancuran paling dahsyat dalam sejarah bursa dunia. Pada waktu itu terjadi booming investasi di bursa saham Amerika. Booming tsb didukung juga oleh para pialang yang meminjamkan dana pada para investor untuk membeli saham, istilahnya margin trading. Bencana berawal dengan isu-isu yang dihembuskan oleh para analis dan spekulan untuk ‘menggoreng’ saham, dimana harga saham didorong melambung tinggi tanpa diikuti dengan pertumbuhan fundamental perusahaan emiten.  Akibatnya terjadilah ‘economic bubble’ , tinggal tunggu waktu meletusnya aja. Di tahun 1929 itu, dalam rentang waktu sekitar sebulan, terjadi koreksi Dow Jones Industrial Average (DJIA) sebesar 42%. Termasuk di dalamnya adalah peristiwa ‘Black Thursday’ (24 Oktober 1929 dimana DJIA jatuh 13%) dan ‘Black Tuesday’ (29 Oktober 1929 dimana DJIA jatuh 12%).

            Total kerugian investor AS disebabkan ‘Wall Street Crash’ mencapai 30 miliar dollar AS. Angka itu jauh melebihi biaya yang dikeluarkan AS untuk Perang Dunia II. Runtuhnya Wall Street dianggap sebagai gejala, bahkan penyebab, terjadinya Great Depression AS tahun 1929-1938. Para analis menyatakan bahwa runtuhnya Wall Street tahun 1929 tersebut banyak disebabkan karena transaksi short selling yang dilakukan oleh para spekulan. Cara kerja short selling kurang lebih seperti ini:

·         Spekulan meminjam saham dari pialang/broker

·         Spekulan menjual ‘kontrak’ harga saham pada level tertentu (harga masih tinggi)

·         Sentimen negatif atau isu-isu dihembuskan agar harga saham tersebut jatuh

·         Spekulan kemudian memborong saham dengan harga yang sudah jatuh, namun dapat menjualnya dengan harga ‘kontrak’ yang masih tinggi, sehingga mendapatkan margin keuntungan

·         Spekulan mengembalikan saham kepada pialang/broker

Transaksi short selling ini juga ikut menyebabkan peristiwa ‘black monday’ (19 Oktober 1987, dimana DJIA turun 22% dalam sehari) dan krisis dotcom (tahun 2000-2002, dimana Nasdaq turun 78%).

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.1

skema ‘permainan kotor’ di bursa saham:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Bahwa transaksi short selling dalam kondisi pasar saham yang normal bermanfaat untuk mendorong bursa menjadi lebih atraktif sehingga likuiditas pasar meningkat dan dapat dimanfaatkan untuk tujuan hedging (lindung nilai) terhadap potensi penurunan harga saham. Mengenai short selling, awalnya otoritas bursa di Amerika, Inggris, Jerman dan Irlandia melarangnya dalam situasi krisis finansial saat ini. Tetapi setelah UU Penyelamatan Ekonomi AS/bailout senilai US$ 700 miliar ditandatangani, bursa Amerika mencabut larangan tersebut. Bursa efek Indonesia sendiri, sejak Oktober 2008 melarang transaksi short selling.

 

2.7       Mendeteksi Fraud dalam 10 Menit dan Tanggung Jawab Auditor         Internal

            Salah satu software yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi fraud adalah ACL. Dalam salah satu webinar-nya, ada tips bagus dan simple dari Sean Elrington (Senior Technical Specialist ACL) untuk mendeteksi fraud.

1.      Suspicious numbers

Cara pertama yang sering dilakukan dalam mendeteksi fraud adalah dengan mencari angka-angka yang mencurigakan atau curigation.

a.   Benford Analysis

Populer dengan nama Benford’s Law (kaidah atau hukum Benford), analisanya mengatakan bahwa secara umum dan internasional dalam sebuah populasi, angka yang berawalan 1,2, dan 3 akan berjumlah lebih banyak dari angka yang berawalan 7,8, dan 9. Akan tetapi supaya Benford’s Law ini dapat diterapkan secara efektif, angka-angka dalam satu populasi tersebut harus memenuhi beberapa syarat:

·         Tidak ada batas bawah angka tertentu

·         Lebih banyak nilai/angka-angka yang kecil daripada yang besar (misalnya lebih banyak satuan, puluhan, dan ratusan daripada ratusan ribuan atau puluhan juta)

·         Minimal 1000 data

·         Merupakan angka yang ‘natural’ (bukan daftar angka-angka berupa nomor telepon, KTP, NPWP, dan sejenisnya)

·         Berasal dari transaksi yang mirip/serupa (misalnya, data jumlah pembelian per-konsumen di bulan tertentu)

b.   Even dollar transaction

Mencari angka-angka yang jumlahnya sama persis, pada ACL menggunakan function MOD atau MODULUS. Kenapa? Karena salah satu cara untuk melakukan fraud adalah dengan mencatat atau menjurnal transaksi palsu, yang kemudian akan dikoreksi atau di-adjustment. Misalnya fraud yang dilakukan dengan menggelembungkan nilai penjualan (sales) supaya dapat bonus besar, lalu dikoreksi atau dihapuskan sejumlah yang sama di periode selanjutnya. Tes ‘even dollar transaction’ ini juga hanya menunjukkan indikasi atau potensi terjadinya fraud. adanya kesamaan data tidak selalu berarti fraud

c.   Suspicious Vendors

Adalah teknik mendeteksi fraud dengan mencari vendor atau supplier atau rekanan yang ‘mencurigakan’. Biasa dikenal dengan istilah ‘phantom vendors’, yang sebenarnya hanya menumpang nama dan tidak pernah mengirimkan barang atau jasa yang dipesan, tapi melakukan penagihan (invoice) dan dibayar. Biasanya melibatkan orang dalam, yang terlibat dalam siklus pembelian atau procurement dan pembayaran atau payment. Salah satu cara suspicious vendors adalah dengan mencari keterkaitan atau relasi antara karyawan perusahaan dengan supplier atau vendor tertentu. Bisa dengan mencari kesamaan data antara karyawan dan supplier, seperti alamat, nomor telepon, NPWP, nomor rekening bank, dll. Perusahaan dengan alamat PO. BOX. atau perumahan (apartemen, kompleks) juga bisa jadi mengindikasikan ‘phantom vendors’. Di ACL juga ada function ’soundslike’ untuk mencari kesamaan data antara sesama supplier, yang bisa menjadi indikasi adanya ‘phantom vendors’. Misalnya ada 2 vendors, yang satu namanya PT. ABC, satu lagi PT. AB C (tambah spasi).

  1. Suspicious bids

Salah satu fungsi yang paling rawan resiko fraud-nya adalah bagian pengadaan atau pembelian atau procurement. Salah satu modus yang biasa dilakukan yaitu dengan memberikan informasi yang tidak fair kepada calon supplier.  Fraud test yang bisa dilakukan adalah dengan membandingkan tanggal penerimaan dokumen penawaran dengan tanggal pengumuman hasil pemenang. Supplier yang secara konsisten memenangkan tender dengan memasukkan penawaran mendekati tanggal pengumuman hasil tender bisa jadi mendapat info (baca: kolusi) dengan orang dalam. Misalnya dikasih tahu harga penawaran supplier lain, dsb.

            Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan oleh suatu organisasi/perusahaan apabila terdapat indikasi kecurangan dan langkah-langkah di atas juga dapat digunakan oleh auditor untuk mendeteksi adanya kecurangan, namun disesuaikan dengan kondisi yang ada. Misalnya, auditor memperoleh suatu surat pengaduan dengan identitas yang tidak jelas namun indikasi kecurangan cukup kuat. Dalam hal ini, auditor boleh jadi tetap melakukan audit kecurangan tanpa harus melakukan klarifikasi atas identitas pelapor, yaitu:

-          Uji sumber pengaduan (misal: cek identitas, kredibilitas, kemampuan mengetahui kecurangan tersebut, dan keandalan dari si pelapor/pengadu)

-          Tentukan apakah pelapor mengetahui informasi dari tangan pertama (secara pribadi mengetahui terjadinya kecurangan) atau dari pihak lain

-          Tentukan apa motif dari pelapor (balas dendam, cemburu, jengkel, uang)

-          Waspada, apabila pelapor meminta uang sebelum memberi penjelasan lebih jauh (jangan memberikan uang sebelum informasi yang akurat diberikan dan dikonfirmasi dengan saksi yang dapat dipercaya dan dengan dokumen)

-          Uji lebih jauh dugaan kecurangan tersebut dengan sumber independen dan dokumen

-          Jangan mengambil tindakan disiplin tanpa catatan lengkap mengenai tuduhan kecurangan, termasuk identitas pelapor dan keterangan tertulisnya (keterangan lisan tidak cukup)

-          Konfirmasi tuduhan tersebut melalui dokumen dan pengakuan/testimony (tertulis dan berkaitan dengan) saksi-saksi lain yang mengetahuinya

-          Lakukan pendekatan dengan pemasok atau pihak-pihak lain yang diduga terlibat untuk memperoleh jawaban dan kerjasama mereka

-          Lakukan interview terhadap karyawan yang diduga terlibat untuk mengetahui versinya mengenai dugaan kecurangan tersebut (misalnya, apakah pemasok yang mengajukan penawaran atau karyawan yang menetapkan harga dari pemasok)

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

 

            Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan senantiasa menghadapi berbagai resiko yang dinamakan resiko bisnis (bussiness risk). Termasuk diantaranya adalah resiko terjadinya kecurangan (fraud) yang tergolong dalam resiko integritas (Integrity Risk). Menurut ACFE, kecurangan yang terjadi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori kecurangan, kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud), penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), dan korupsi (Corruption). Tanda-tanda awal (symptoms) biasanya muncul dalam kasus kecurangan, walau demikian munculnya symptoms tersebut belum berarti telah terjadi kecurangan. Symptoms ini dikenal dengan nama Red flag, yang seyogyanya dipahami dan digunakan oleh internal auditor dalam melakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut untuk mendeteksi adanya kecurangan yang mungkin timbul sebelum dialakuakan investigasi.

            Setelah memahami jenis-jenis kecurangan, internal auditor perlu memahami secara tepat struktur pengendalian intern yang baik agar dapat melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan. Menurut COSO, struktur pengendalian intern terdiri atas lima komponen, yaitu Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penaksiran Risiko (Risk Assessment), Standar Pengedalian (Control Activities), Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication), serta Pemantauan (Monitoring). Jika struktur internal control sudah ditempatkan dan berjalan dengan baik, peluang adanya kecurangan yang tak terdeteksi akan banyak berkurang. Pemeriksa kecurangan harus mengenal dan memahami dengan baik setiap elemen dalam struktur pengendalian intern agar dapat melakukan evaluasi dan mencari kelemahannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      http://one.indoskripsi.com/node/7372

2.      http://tjukriatawaf.multiply.com/journal/item/7/KECURANGAN_PENGERTIAN DAN_PENCEGAHAN

3.      http://www.bpkp.go.id/unit/puslitbangwas/Istilahaudit.pdf

4.      http://mukhsonrofi.wordpress.com/2008/10/27/bagaimana-manipulasi-harga-saham-dilakukan/

5.      http://mukhsonrofi.wordpress.com/tag/auditor/page/4/

6.      Amrizal, Ak, MM, CFE. 2004. PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN OLEH INTERNAL AUDITOR. Jakarta