Sunday, February 28, 2010

INTERNATIONAL ACCOUNTING

AKUNTANSI INFLASI

Menurut Drs. Ainun Na’im, Ak, pengertian Akuntansi Inflasi adalah sebagai berikut: (1989:12) “merupakan suatu proses data akuntansi untuk menghasilkan informasi yang telah memperhitungkan perubahan-perubahan tingkat perubahan harga, sehingga informasi yang menunjukkan ukuran satuan mata uang dengan tingkat harga yang berlaku.”

Adapun manfaat yang dapat diberikan oleh laporan keuangan inflasi bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi keuangan terutama manajemen perusahaan, antara lain:
1. Dapat menciptakan manajemen modal kerja yang lebih efektif.
2. Menghasilkan analisa profitabilitas produksi lebih realistis.
3. Memberikan perhatian yang lebih besar pada harga uang yang lebih besar.
4. Manajemen aktiva tetap yang lebih baik.
5. Penentuan harga yang lebih baik.
6. Meningkatkan kemampuan penaksiran aliran kas dan tingkat pajak dan deviden yang dibayarkan secara efektif.

STABLE MONETARY UNIT

Dalam akuntansi konvensional, pengukur transaksi dinyatakan dalam unit moneter. Disini unit moneter diasumsikan tidak berubah/stabil, hal ini menyusahkan dalam pengukuran karena pada kenyataan nilai dari unit moneter adalah tidak stabil dari waktu ke waktu semakin menurun disebabkan adanya inflasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Eldon S. Hendriksen (1991:75) bahwa: “Dalam banyak kasus, unit moneter merupakan unit pengukuran yang paling baik, khususnya bila penggabungan diinginkan atau diperlukan. Akan tetapi, unit moneter mempunyai keterbatasan sebagai metode pengkomunikasian informasi. Batasan atau kendala yang paling serius disebabkan oleh kenyataan bahwa nilaiu unit moneter tidak stabil dengan berjalannya waktu.”

Kelemahan konsep ini masih dapat diperbaiki dengan menetapkan kembali data akuntansi berdasarkan pertukaran harga yang telah berlalu (past exchange prices) supaya dapat diperbaiki dengan harga pertukaran sekarang/yang akan datang sehingga lebih relevan dan dapat dipercayai untuk membuat prediksi dan keputusan yang lebih tepat.

PENCEGAHAN TERJADINYA “DOUBLE-DIP”

Pada saat me-restate perkiraan-perkiraan luar ngeri untuk memperhitungkan inflasi luar negeri, kehati-hatian harus dijaga untuk mencegah fenomena “double-dip”. Masalah ini timbul dari fakta bahwa inflasi lokal memberi dampak langsung pada kurs yang digunakan dalam proses translasi. Walaupun ahli ekonomi umumnya mengasumsikan suatu hubungan terbalik antar laju inflasi internal suatu negara dengan nilai eksternal valutanya, bukti-bukti memperlihatkan bahwa hubungan seperti ini jarang terjadi, paling tidak dalam jangka pendek. Oleh karenanya besarnya penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan fenomena penghitungan ganda akan bervariasi tergantung pada kadar korelasi negatif antara kurs dengan perbedaan inflasi. Penyesuaian inflasi terhadap harga pokok penjualan dan beban depresiasi dirancang untuk menekan laba “seperti yang dilaporkan” agar tidak terjadi overstatement laba.meskipun begitu, akibat hubungan negatif antara inflasi lokal dan nilai valuta, perubahan kurs antara laporan keuangan yang lain yang berurutan, yang pada umumnya diakibatkan oleh inflasi (paling tidak selama satu periode tertentu), akan menyebabkan perusahaan merefleksikan paling tidak sebagian dampak inflasi (yaitu penyesuaian translasi valuta), dalam laba “seperti dilaporkanya”. Jadi untuk mencegah penghitungan inflasi ganda, kerugian translasi yang telah tercermin dalam laba “seperti yang telah dilaporkan” sebuah perusahaan harus diperhitungkan sebagai bagian dari penyesuaian inflasi.

Penyesuaian di atas relevan untuk perusahaan multinasional yang berbasis di AS karena telah mengadopsikan dolar sebagai valuta fungsional operasi luar negeri berdasarkan FASB No.52 dan yang mentranslasikan persediaan dengan menggunakan kurs berjalan. Sedangkan bagi perusahaan yang berbasis di Eropa kecendrungannya ke arah penggunaan metode translasi kurs berjalan. Sehingga tanpa adanya penyesuaian maka bisa berakibat laba yang terlalu rendah atau laba terlalu tinggi karena inflasi luar negeri dihitung dua kali.

Contoh: akuntansi persediaan berikut ini memperlihatkan hubungan antara inflasi dan translasi valas. Perusahaan yang dimaksud mempergunakan metode penilaian FIFO dan mentranslasikan persediaan ke dalam dolar dengan memakai kurs berjalan. Asumsi:
1. Inflasi negara lokal selama satu tahun sebesar 20%
2. Inflasi AS selam tahuntersebut 6%
3. Kurs awal 1 januari adalah LC1 = $1
4. Kurs penutup 31 Desember LC1 = $0,88
5. Devaluasi valuta selama tahun tersebutuntuk mempertahankan paritas daya beli adalah 12%
6. Persediaan valuta lokal adalah LC 200 pada tanggal 1 Januari dan LC 240 pada tanggal 31 Desember
7. Tidak ada perubahan dalam kuantitas fisik persediaan selam tahun tersebut.

Laba seperti yang dilaporkan akan mencerminkan kerugian translasi sebesar $29, selisih antara translasi persediaan LC240 kurs 31 Desember $0,88 dengan kurs $1,00. Selama periode turnover persediaan berikutnya, HPP akan sebesar LC240 dalam valuta lokal; $211 dalam dolar. Jika biaya penjualanharus disesuaikan terhadap inflasi dalam metode restatetranslate perusahaan tersebut mungkin melakukan langkah langkah berikut:
1. Mengeluarkan 20% inflasi tahun tersebut dari persediaan lokal 31 Desember (240/1.2) sehingga menjadi LC200 sama dengan persediaan 1 Januari sebelum inflasi.
2. Penyesuaian HPP-valuta lokal selanjutnya akan menjadi LC40, jumlah yang diperlukan untuk me-restate persediaan 31 Desember dari LC240 ke LC200.
3. Penyesuaian HPP-valuta lokal (LC40) kemudian akan ditranslasikan ke dolar dengan kurs $1,00, mengahasilkan penyesuaian HPP sebesar $40 (LC40x$1,00=$40).

Berdasarkan basis penyesuaian atas inflasi, perusahaan ini menekan laba untuk memperhitungkan kerugian translasi sebesar $29 dan penyesuaian inflasi HPP sebesar $40 jadi total $69, atau 34% dari persedaaan awal 1 januari, $200. Padahal inflasi sebenarnya cuma 20%. Anomali ini disebabkan oleh “double-dipping”. Dalam penghitungan dolar dia atas telah terjadi suatu duplikasi parsial antara kerugian devaluasi valuta yang merupakan akibat dari inflasi dan penyesuaian inflasi antara HPP, yang merupakan penyebab devaluasi valuta. Penyesuaian infalsi HPP dalam metode restate-translate tidak hanya menutupi laju inflasi AS (6%) tetapi juga perbedaan 14% inflasi antara 20% tingkat inflasi negara tersebut dengan 6% tingkat inflasi AS dimana perbedaan tersebut mengakibatkan 12% devaluasi. Kesimpulan nya bahwa jika biaya penjualan disesuaikan untuk menghilangkan unsur inflasi negara lokal, kita perlu membalikkan setiap kerugian translasi yang telah tercermin dalam laba “seperti dilaporkan”.

SUMBER:
1. http://www.scribd.com/doc/17223640/320267625961047911
2. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=5&ved=0CBAQFjAE&url=http%3A%2F%2Fzulfahmi.edublogs.org%2Ffiles%2F2008%2F04%2Fcontoh-penelitian-bidang-keuangan-2.doc&rct=j&q=definisi+akuntansi+inflasi&ei=6lWKS_iKOpG1rAe95cClCg&usg=AFQjCNHqx6ztpwDCysbIXH1QxNsufNpEkg

No comments: